TERIMAKASIH
Namaku Septian Alfaro biasa dipanggil
Al. Umurku 13 tahun. Asalku dari Yogyakarta. Kini Aku tinggal bersama Ibu dan
Kakekku. Ayahku telah lama meninggal. Sejak kecil Aku memang tak mengenal
sesosok Ayah, karena Ayahku telah meninggal sejak Aku baru berumur 3 tahun.
Ibuku bekerja sebagai karyawan disebuah kantor. Sedangkan Kakekku seorang
pensiunan PNS. Walaupun keluarga kami tak selengkap dulu, tapi kami sangat
merasa sangat bahagia.
Selain itu Aku juga mempunyai seorang
sahabat. Ia bernama Erlangga. Kami sudah lama bersahabatan. Dia memang tidak
seperti orang biasa yang bisa kesana kemari berjalan dan berlari. Ia hanya
dapat bergantung di kursi rodanya. Ia tak dapat berjalan karena ia pernah
mengalami kecelakaan saat bermain sepak bola.Kami satu sekolahan. Kami berasal
dari keluarga yang berbeda. Aku dan keluargaku adalah keluarga yang sangat
sederhana, sedangkan Lang keturunan konglomerat. Aku bingung mengapa Lang mau
berteman denganku. Tapi ia pernah berkata kepadaku.
“
Memengnya kekayaan itu milikku? Bukan itu adalah anugerah dari Tuhan yang
dititipkan kekeluargaku. Jadi buat apa aku menyombongkan diri.”, jawaban yang masih ku ingat sampai
saat ini.
Aku dan Lang mempunyai hobbi yang sama
yaitu sepak bola. Suatu hari Lang berkata padaku.
“Al kamu harus menjadi pesepak bola
hebat, dan kamu tau menjadi seorang pemain sepak bola hebat adalah impian kita
sejak kecil, jadi kamu harus mencapainya apapun yang terjadi. Kita semua tau
bahwa Aku tak bisa bermain bola dikarenakan Aku lumpuh permanen.”
“Tentu saja Aku mau Lang karena ini
adalah impian terbesarku.”
Keesokan harinya seperti biasa kami
bermain dilapangan kecil. Namun sore itu setelah latihan Aku diajak ke rumah
Lang, dan ternyata Ayahnya Lang telah mendaftarkanku disebuah sekolah sepak
bola di Jogja.
“Ini Al formulir yang harus kau isi untuk
dapat masuk ke SSB Putra Bangsa.”, kata Lang sambil membawakan formulir
penting itu.
“Benarkah Lang ini untukku? Tapi
bagaimana dengan Kakekku dan Ibuku? apakah mereka akan mengizinkan?.”
“Iya…formulir itu untukmu. Aku yakin pasti
Ibumu akan mengizinkan. Tapi entahlah pada Kakekmu. Tapi kalau selamanya engkau
menolak niat baikku ini, Aku sangat kecewa padamu.”, jawab Lang dengan
ancamannya.
“Baiklah Lang formulir ini akan aku bawa
pulang dulu, nanti setelah mendapatkan izin dari Ibu dan Kakekku Aku mau.” , kataku singkat pada Lang.
Malam itu setelah pulang dari rumah
Lang Aku pun langsung berbicara pada Ibu. Aku sengaja tak meminta izin pada
Kakek karena Aku tau bahwa Kakek tidak akan mengizinkanku. Selain itu Kakek
juga tidak suka dengan sepak bola. Sampai sekarangpun Aku tak mengerti
alasannya.
“Bu tadi sepulang dari bermain, Al
diajak ke rumah Lang. Ternyata Al diberi formulir ini Bu”, kataku dengan
menunjukan formulir mahal itu.
“Formulir apa itu Al?. coba Ibu
lihat.”. Setelah Ibu membaca formulir itu, Ibu kembali
berkata,
“Inikan formulir pendaftaran di SSB
Putra Bangsa Al?.”
“Iya Bu, bolehkah Al menimba ilmu
disana Bu?. Boleh ya Bu, ini impian Al sedari kecil.”, rayuku pada Ibu.
“Huf….baiklah Al, Ibu mengizinkan
engkau ikut bergabung di SSB itu, tetapi bagaimana dengan Kakekmu? Bukankah
kamu tau, Kakekmu itu tidak menyukai sepak bola, dan pasti Kakek akan
melarangmu untuk hal ini.”, nasehat Ibu padaku.
“Iya Bu Al mengerti, namun Al berfikir
untuk tidak memberitahu Kakek dulu. Kakek akan Al beritahu setelah Al menjadi
pemain sepak bola hebat.”, kataku meyakinkan Ibu.
“Tapi kamu harus berjanji pada Ibu. Kamu tidak
akan mengecewakan kepercayaan Ibu padamu. Dan kamu akan memberitahu Kakek
secepatnya.”
“ Baik Bu Al berjanji. Al tidak akan
mengecewakan Ibu, Kakek dan negri ini.”
Setelah pulang sekolah, Aku pulang
terlebih dahulu sebelum berangkat ke SSB Putra Bangsa. Tetapi setelah pulang
ternyata Kakek telah menungguku di rumah.
“Al sudah pulang kamu. Oh iya Al, Kakek telah
mendaftarkanmu di les musik yaitu piano.”
“Tapi Kek, Al ada……”
“Ada apa Al? bukankah kamu belum
mengikuti les apapun. Sudahlah Al kamu turuti saja Kakek. Kakek tau apa yang
terbaik untuk mu. Lagi pula Kakek masih mampu untuk menyekolahkanmu. Kakek juga
yakin kalau Al mampu untuk memainkan piano.” Potong Kakek panjang lebar.
“ Tapi Kek kalau sore ini Al tidak bisa
karena Al ada kerja kelompok bersama Lang dan teman-teman.”, jawabku bohong.
“ Maafkan Al Kek, Al terpaksa berbohong pada
Kakek tapi Al sama sekali tidak menyukai musik.”, kataku dalam hati.
“Ya sudahlah Al kali ini Kakek mengizinkanmu
untuk kerja kelompok tapi besok kamu harus berangkat les piano.”
Sore
itu juga Aku berangkat ke SSB Putra Bangsa bersama sahabatku. Dengan
perlangkapan sepak bola yang amat sederahana yang ku punya. Sesampainya disana
Aku merasa sangat gembira.
“Lang …Lang ini bukan
mimpikan?”, tanyaku heran pada sahabatku.
“ Coach, ini teman Saya yang
kemarin didaftar oleh Ayah. Namanya Septian Alfaro.”
“Oh ini anak yang
diceritakan oleh Ayahmu? Ya sudah kamu langsung ke ruang ganti karena pada hari
ini juga kami jajaran pelatih akan menyeleksi pemain yang layak atau tidak.”
Setelah tiga jam berlatih kami selesai dan berkumpul
karena ada intruksi dari kepala pelatih.
“Besok kita latihan lebih
awal.”, intruksi kepala pelatih kepada kami.
“Baik Coach.”, jawab kami
serentak.
Malamya sekitar pukul tujuh malam, Aku baru tiba di
rumah.
“Hei Al dari mana saja kamu
jam tujuh malam begini baru saja berangkat, bukankah kamu tadi izin hanya untuk
kerja kelompok saja?”, Tanya tegas Kakek padaku.
“Iya Kek maafkaan Al . Al
terlambat karena…..”
“ Tidak usah banyak alasan
kamu. Sudah kamu sekarang mandi, belajar lalu tidur. Dan besok kamu tidak boleh
pergi kemana-mana. Kamu harus berangkat les.”, potong Kakek.
“Baik Kek”, jawabku takut
dan lemas.
Sebelum tidur Aku
teringat pesan Coach tadi sore. Aku bingung.
“Bagaimana Aku datang lebih
awal, sedangkan Aku harus les piano.”, kataku dalam hati.
“Al….Al…sudahh tidurkah
kamu?”, teriak ibu dari dapur.
“Belum Bu ada apa?”,
jawabku.
Lalu Ibu pun daatang ke
kamarku.
“ Al Ibu tau tadi kamu
dimaraahi oleh Kakek kan? Dan kamu tadi tidak kerja kelompok tapi malah pergi
ke SSB Putra Bangsa kan?”, tanya Ibu padaku.
“Iya Bu maafkan Al, kare Al
sudah berbohong pada Ibu. Tapi Al hanya tidak mau Kakek mengetahui hal ini Bu,
mamafkan Al Bu.”, ucapku pada Ibu.
“Iya Al Ibu tau, tapi sampai
kapan kamu selalu berbohong pada Kakek? Cepat atau lambat pasti Kakek
mengetahuinya.”, jelas Ibu padaku. Aku hanya mengangguk.
“Ya sudahlah ini sudah larut
malam, kamu cepat tidur.”, sambung Ibu padaku.
Pagi harinya saat tiba di sekolahan. Aku bertemu Lang di
Gerbang sekolah.
“Hei Al mengapa kamu
terlihat bingung begitu?, kamu tidak terlihat seperti biasanya yang selalu
ceria.”, Tanya Lang padaku.
“Iya memang Aku sedang
memikirkan suatu hal Lang.”, jawabku lemas.
“ ha ha ha ha ha . tumben
kamu mikir Al” gurau Lang padaku.
“Ih Lang Aku ini sedang
bingung, kamunya malah bercanda terus. Serius dikit dong.”, jawbaku sedikit
kesal.
“Abisnya kamu datar banget
sih. Memangnya kamu bingung kenapa?”
“Begini tadi malam Aku
dimarahi oleh Kakekku, karena kemarin Aku pulang telat. Dan hari Aku tak boleh
pergi kemena pun, Aku hanya diperbolehkan pergi ke tempat les piano itu.
Padahal kemarin kepala pelatih mengintruksikan untuk datang lebih awal.
Bagaimana ini?”, jawabku cemas. Tet…..tet…..tet….tet. bel berbunyi.
“Ya baiklah nanti kitaa
bicarakaan lagi sewaktu pulang sekolah.”, sambung Lang kepadaku. Aku pun hanya
terdiam kebingungan.
Sepulang sekolah Aku dan
Lang membicarakan hal yang sama. “ Hei Al, Aku sudah mendapat solusinya. Kamu
sudah pernah berangkat les piano itu belum?”
“Belum memangnya kenapa
Lang?”, tanyaku heran.
“ Kebetulan sekali. Begini
Aku punya ide, biar Aku saja yang berangkat ke tempat lesmu. Dan kamu pergi ke
SSB Putra Bangsa.”
“Benarkah kamu mau?. Tapi
bagaimana dengan Kakekku jika mengetahui hal itu?”, tanyaku pada Lang.
“Ya kamu bilang saja kalau
kamu akan pergi sendiri ke tempat les kamu.”, jelas Lang padaku.
Sesampainnya di rumah. “ Kakek biar Al berangkat sendiri
ke tempat les itu ya Kek?”
“Apakah kamu tau tempat lesmu
dimana?”
“Tidak Kek, tapi Kakek
tuliskan saja biar Al yang mencari alamatnya. Lagian Kakek masih sakitkan?,
bujukku pada Kakek.
“Ya baiklah Al. ini
alamatnya, jangan sampai nyasar ya? dan hati-hati.”
Dijalan Aku bertemu dengan Lang, yang memeng sebelumnya
kami sudah janjian.
”Ayo Al kita cepat berangkat
dengan menggunakan mobilku aja. Nanti kamu telat.”, ajak Lang padaku. Aku pun
hanya berlari.
“ini Lang alamat tempat
lesnya.”
“Oke baiklah.”, kata-kata
yang selalu diucapkan oleh Lang.
Setibanya di SSB Putra Bangsa, Aku langsung berlari
menuju ruang ganti. Saat Aku memesuki lapangan, latihan pun belum dimulai.
Beberapa menit pemanasan, kemudian kami latihan fisik. Wow tak ku sangka
latihan fisik yang biasanya membosankan, tetapi yang kali ini sangatlah yang
menyenangkan. Tak terasa latihan fisik pun telah usai. Selanjutnya kami menuju
lapangan besar.
“ Baik anak-anak kita
istirahat 10 menit. Lalu kita kumpul kembali di lapangan besar ini.” Interuksi
dari kepala pelatih.
Sepuluh menit kemudian. Kami semua telah berada kembali
di lapangan utama.
“Baiklah anak-anak ada kabar
bahagia buat kita. Sengaja tidak diberitahu sebelumnya kalau pada hari ini akan
diadakan seleksi pemain TIMNAS U-15. Lima menit kemudian tim pelatih dari
Jakarta akan tiba, jadi persiapkan diri kalian. Pastikan semua berjalan dengan
lancar.”
“Wow ….”, teriak kami
serentak.
“Tapi mengapa mendadak
begini Coach pemberitahuannya? Mengapa tidak dari kemarin? Kalau beginikan
salah satu dari teman kami ada yang tidak tau, dan dia tidak ikut seleksi
pastinya.”, tanya dari salah satu temanku.
“Sengaja tak kami beritahu
karena kami hanya punya tempe ha ha ha….”, celoteh kepala pelatih itu.
Ketegangan kami pun mereda. Kamipun tertawa seiring candaan kepala pelatih itu.
“Ha ha ha bukan..bukan..
bukan itu maksud kami. Maksud kami tidak memberitahu kalian supaya kalian harus
disiplin waktu dan konsekuen dalam menganbil tindakan. Bukan hanya mau diadakan
acara-acara yang menarik saja kalian berangkat, tetapi kali juga harus berangkat
setiap harinya.”, penjelasan kepala pelatih komedian itu.
Lima menit kemudian Coach Guntur bersama dua orang
asistennya datang.
“Selamat datang Coach di SSB
Putra Bangsa kami yang jauh dari kata sempurna ini.”, ucap selamat datang dari
kepala pelatih kami.
“Ya terimakasih Pak. SSB itu
tidak dilihat dari kemewahannya, tetapi dara kualitasnya Pak.”, ucap tegas
Coach Guntur.
“Oke anak-anak selamat sore.
Kalian bisa panggil kami Coach. Iya mengingat waktu semakin larut maka langsung
saja kita seleksi. Jelas yang kami pilih disini adalah pemain yang konsisten,
jago memeinkan bola, dapat memberikan umpan tepat sasaran vertical maupun
horizontal.”, sambung Coach Guntur.
“Kita main 2X30 menit saja
yang 15 menitnya kita tes fisik.” Tambah salah seorang asisten pelatih.
Sembilan puluh menit pun telah selesai.
“ Langsung saja Coach akan
umumkan hasilnya. Dari 57 anak kami tertarik pada tiga orang, jadi kami hanya
memilih tiga orang tersebut. Yang pertama Martinus, kedua Syahrul, dan yang
terakihir yang sangat mengejutkan kami semua, dengan permainan hebatnya adalah
Septian Alfaro. Yang belum kepilih teruslah berlatih, jangan patah "semangat.”
“Iya terumakasih Coach atas
kedatangannya dan Coach mempercayai kami.” Kata kepala pelatih kami.
Saat sampai dirumah Aku benar-benar bahagia sekali.
Impianku dari kecilpun terwujud. Sampainya di rumah Aku langsung bercerita pada
Ibu.
“Bu… apakah Ibu tau? Al tadi
sore pergi kemana?”
“Tau… kamu tadi tidak
berangkat les piano tepai kamu berangkat bermain sepak bola di SSB mu itu kan?”,
jawab Ibu santai.
“Ya benar Bu, bagaimana ibu
bisa tau tentang hal itu?”, tanyaku heran.
“Ya jelas Ibu tau Lang yang
bercerita pada Ibu.”
“Apa Lang yang bercerita
pada Ibu?. Tapi Bu Ibu tau tidak tadi di SSB ku diadakan seleksi TIMNAS U-15,
secara mendadak. Dan ……. Al terpilih Bu…!”
“Apa Al kamu lolos? Kamu
tidak bohongkan? Kamu memang anak Ibu yang hebat. Tapi dulu kamu janji pada
Ibu, kalau kamu sudah masuk TIMNAS maka kamu akan beritahu Kakek kan?”
“Iya Bu…tapi Al bingung
bagaimana cara memberitahu Kakek.”
Tiba-tiba Kakek memenggilku.
“Al…Al…kemari kakek mau
bicara padamu” panggil Kakek kepadaku.
“Iya Kek sebentar. Bentar ya
Bu Al menemui Kakek dulu.” Aku pun agak deg-deg kan saat dipanggil oleh Kakek.
“Ada apa Kek?”, tanyaku
lembut.
“Kamu berbohong pada Kakek?
Kamu bilang kamu akan datang ke tempat les mu, tapi kenapa yang datang adalah
seorang anak berkaca mata, berbadan gempal dan bekursi roda? Dan ciri-ciri itu
seperti Lang! jadi jika Lang yang berangkat ke tempat lesmu maka kamu kemna tadi
sore? Bolos? Main? Atau…kamu bermain bola?” bentak Kakek kepadaku.
“Maafkan Al Kek, Al dari
awal memang sudah tak menyukai musik. Al memang dari dulu sangat suka sekali
dengan sepak bola. Tapi hanya Al tidak mau Kakek tersinggung, jadi Al
menyembunyikan hal itu. Al bersekolah di SSB Putra Bangsa tapi sekarang Al
sudah menjadi bagian dari TIMNAS U-15, yang baru tadi sore Al lolos selelsi
Kek. Maafkan Al Kek…maaf”, kataku kecil dan tertunduk.
“Apa jadi yang Kakek
katakana itu benar? Jadi selama ini kamu….”, tiba-tiba Kakek pingsan.
“Kek…Kek…Kek…maafkan Al
Kek…Ibu….!”, teriakku dan menangis.
Pagi harinya Kakek belum juga sadar dari komanya.
Semalaman Aku tak tidur, Aku ters terus menangis. Tiba-tiba Kakek terbangun dari
masa kritisnya. Setelah Kakek terbangun Aku tak henti-henti meminta maaf
padanya.
“Al… maafkan Kakek yang
selama ini Kakek selalu memaksamu untuk menuruti kehendak Kakek.” Kata Kakek
yang tersendat-sendat.
“Tidak Kek… Al yang salah Al
tidak pernah menuruti perintah Kakek. Al minta maaf Kek.” Ucapku menangis.
“Tidak Al, kamu tidak salah.
Kamu telah memilih hal yang tepat. Apapun itu bentuknya kalau tidak disertai
doa dan niat pasti semua hanya sia-sia aja Al. jadi mulai sekarang Kakek
mengizinkanmu memnjadi pesepak bola hebat. Tapi kamu harus janji pada Kakek,
kamu harus mengapdi pada Negara ini, dan kamu tidak boleh mengecewakan Ibu,
Kakek, dan orang-orang yang telah memberimu kepercayaan. Dan semisalkan Kakek
tidak bisa mendampingimu sampai kamu dewasa nanti yang terpenting kamu selalu
ingat pesan Kakek. Percayalah Tuhan akan selalu menolong anakNya yang
kesusahan.”, Nasehat Kakek untukku. Aku pun hanya menangis tak dapat menjawab
apa-apa. Ibuku juga meminta maaf pada Kakek karena Ibu ikut-ikut menyembunyikan
tentang Aku sekolah di SSB.
“Sudahlah, karena mulai
sekarang kita harus saling mendukung didalam keluarga kecil kita.”, sambung
kakekku. Setelah Kakek mengizinkan Aku untuk bermain bola, Aku sangat senang
sekali. Sekaligus malam itu Aku meminta izin kerena esok hari akan berangkat ke
Jakarta.
Keesokan harinya Aku berangkat ke Jakarta untuk mengikuti
latihan disana. Aku berangkat diantar oleh keluarganya Lang. Rombongan dari
Yogyakarta pun sudah berangkat kemarin tetapi Aku menyusul hari ini, karena Aku
harus menjaga Kakek di rumah sakit.Sesampainya disana, Aku langsung menemui
Coach Guntur untuk menjelaskan semua. Setelah itu Aku latihan normal seperti
biasanya. Disela-sela latihan Coach menyeleksi kami semua, katanya kami akan
mengikuti AFC Junior di Singapura.
“Ya baiklah anak-anak, tadi
sewaktu kalian semua berlatih Coach semua sudah memilih kalian yang akan ikut
AFC di Singapura. Sebenarnya kami semua akan memberangkatkan kalian semua,
tetapi jumlah pemain sudah ditetepkan yaitu hanya 23 pemain saja. “,kata Coach
Guntur. Setelah semua di umumkan dan Aku ikut didalamnya ternyata Aku menjadi
Capten.
Seminggu
kami latihan terus-menerus. Tiga hari sebelum AFC dimulai kami berangkat ke
Singapura. Sebelum berangkat Aku meminta izin pada Ibu dan Kakekku yang masih
terbaring di rumah sakit.
Laga
pertama kami akan melawan Malaysia. Kami sama sekali tak boleh lengah di
barisan pertahanan. Karena ini adalah lawan yang berat untuk kami.
Lagu
Indonesia Raya menghantarkan kami untuk menang. Aku pun haru saat
menyanyikannya dengan sorak sorai pendukung yang jauh-jauh datang dari
Indonesia. 45 menit pertama kami bermain imbang. Setelah turun minum, kami
tambah sengangat. Ya dukungan dari penonton itulah yang member kami nafas untuk
menang. Tepat pada menit 83 Aku dapat umpan dari Syahrul temanku dari
Yogyakarta, Aku dapat mencetak goal. Ya lagi-lagi Aku dapat mencetak goal.
Kedudukan menjadi 2-0, dan skor ini sampai peluit panjang tanda akhir
pertandingan.
Pertandingan-pertandiang
selanjutnya kami menang telak dari Timor Leste. Dan kami lolos dari penyisihan
grup. Pada pertandingan final kami akan melawan Vietnam. Ini adalah kesebelasan
pemenang musim lalu. Laga pertandingan melawan Vietnam pun dimulai. Babak
pertama dan keduapun tak ada sama sekalitercetak gaol. Tambahan waktu tuga pulu
menit yang diberi untuk kami, tetapi masih saja kami belum sama sekali dapat
mencetak goal. Akhirnya drama adu finalti pun dimulai. Drama Adu finalti pun
imbang 3-3. Aku menjadi esekutor penentu dan akhirnya kami menang. Wajah-wajah
gembira, haru, dan rasa syukur kami semua.
Tiga
hari setelah final, kami pulang. Akupun langsung menemui Ibu dan Kakekku yang
masih di rumah sakit.
“Kakek Ibu……! Al pulang. Dan
Al menang Bu.”, teriakku dan berlari menuju ruangan Kakek. Setibanya di ruangan
ternyata Kakek belum ada perubahan.
“Iya Nak kamu memang hebat.
Ibu bangga padamu.”
“Terimakasih Bu ini semua
berkat doa Ibu. Dan medali pertamaku di ajang Internasional ini akan ku berikan
kepada Kakek.”
“Kamu hebat Al, kamu sudah
bikin bangga Kakek.”, jawab Kakek dengan separuh suaranya. Saat ku mengalungkan
medaliku pada Kakek saat itu juga Kakek mengehembuskan nafas terakhirnya.
“Kakek…… “ teriak Aku dan
Ibuku.
Terimakasih Kakek atas doa, dukungan, dan restumu
sehingga Al menjadi pesepak bola hebat. Terimakasih Ibu, atas doa dan
dukunganmu Al menjadi idola baru didunia sepak bola. Terimakasih untuk Lang
sahabatku yang selama ini berperan banyak dalam ku menitik karier. Terimakasih
untuk para pendukung TIMNAS, yang sudah mendukung kami.
Seminggu setelah Kakek meninggal, Aku dan Ibu
pindah ke Jakarta, karena Aku tak mungkin meninggalkan Ibu sendirian di rumah.
Dua tahun kemudian Aku kembali ke Yogyakarta untuk menjenguk
keluarga yang masih ada disana. Dan Aku bertemu Lang, ya aku sangat pangling
dia tumbuh besar selakyaknya Aku. Tanpaku sangka sebelumnya sekarang Lang
menjadi seorang Pianis hebet, dan Aku menjadi pesepak Bola.
Nama : Eunike Yhora Pratiwi
Kelas : IXa
Tema : Impian
Tokoh : Septian Alfaro, Erlangga, Kakek, Ibu, Coach, Kepala Pelatih (SSB
Putra Bangsa), Asisten.